Kenneth Frampton & Kritik Arsitektur

Kenneth Frampton & Kritik Arsitektur

Sumber : www.jbwphoto.com


KennethFrampton, seorang professor dibidang sejarah dan kritik arsitektur yang berkewarganegaraan Inggris, dilahirkan di Woking pada tahun 1930. Framptonkini bertempat tinggal di Amerika Serikat, aktif mengajar di Sekolah Pascasarjana Arsitektur dan Perencanaan Columbia University, New York dan menjabat sebagai salah satu komite RIBA (Royal Institute of British Architect). Selama karirnya di bidang arsitektur. Frampton dikenal sebagai tokoh yang cukup kreatif dalam menghasilkan kritik arsitektur. Salah satu pencapaiannya yang paling berpengaruh adalah buku “Toward A Critical Regionalism” yang memperkenalkanpemikiran regionalisme kritis sebagai tanggapan terhadap pengaruh globalisasi dan universalisasi.
Pengalamannya di masa kecil hingga remaja telah mendorong Frampton untuk mendalami bidang seni dan arsitektur, khususnya mengenai isu pengaruh perkembangan peradaban manusia terhadap arsitektur. Semasa kecilnya Frampton memahami arsitektur sebagai hasil teknologi manusia, dipengaruhi oleh konteks kota Woking yang merupakan kota pekerja yang penuh dengan gejolak sosial, serta citra bangunan arsitektur modern yang fungsionalis. Pengalaman masa kecil itulah yang mendorong Kenneth Frampton berpendapat bahwa dampak modernisme yang dipaksakan akan mendorong manusia menjadi modern secara instan serta memicu munculnya individualitas yang berlebihan akibat adanya resistensi atau penolakan terhadap pihak-pihak lain yang tidak sependapat dengan dirinya. Hal tersebut dapat dilihat pada ekspresi bangunan arsitektur modern yang cenderung putih, bersih, purist, dan dingin.



Konteks Lahirnya Regionalisme Kritis
Pemikiran regionalisme kritis Kenneth Frampton didasari oleh kegelisahan terhadap pengaruh modernisme dan globalisme yang berlebihan, yang sering dikaitkan dengan sistem ekonomi kapitalis dan gejala konsumerisme masyarakat yang berpengaruh terhadap arsitektur sebagai sarana pemenuhan kebutuhan dan identitas manusia. Pemikiran regionalisme kritis juga dipengaruhi oleh suasana politik yang tengah berkembang pada masa pasca Perang Dunia ke II, yang ditandai oleh negara-negara baru yang berpihak kepada Amerika dan sekutunya. Negara-negara tersebut mengadopsi politik ekonomi kapitalis dengan pasar bebasnya. Akibatnya simbol-simbol fasisme yang ada seperti misalnya bangunan-bangunan bergaya arsitektur klasik barat mulai ditinggalkan dan digantikan dengan bangunan bergaya arsitektur modern sebagai simbol industrialisme.
Kenneth Frampton juga mencermati teori Frankfurter Schule Adorno dan Horkheimer yang juga digunakan oleh Tzonis dan Lefaivre untuk merumuskan terminologi regionalisme kritis pada tahun 1983. Teori Frankfurter Schule sebenarnya bukan merupakan teori di bidang arsitektur, melainkan teori sosial yang banyak diaplikasikan pada bidang ekonomi dan media, sebagai kritik terhadap pembangunan kapitalisme barat yang cenderung berlebihan dan berkhayal untuk membuat dunia yang seragam dan berada dalam kekuasaannya. Frampton menggunakan teori tersebut untuk menganalogikan hal yang serupa di bidang arsitektur. Frampton berpendapat arsitektur modern telah menjelma menjadi paham tunggal atau dogma arsitektur internasional akibat dari penggunaan teknologi dalam arsitektur secara berlebihan di tahun 970an.
Hal tersebut terlihat dari bangunanbangunan erupa yang dapat ditemui di berbagaielahan dunia sehingga tidak terlihat lagi konteks identitas lokasinya.Arsitektur seakan-akan hanya menjadi sculpture teknologi layaknya permainan lego, dan arsitek hanya sebagai kreator bangunan yang bertugas menyusun bahan-bahan bangunan fabrikasi. Perkembangan arsitektur telah menyimpang dari prinsip arsitektur modern yang mengedepankan fungsionalisme dalam pendekatan desainnya.
Perkembangan arsitektur seperti yang dijabarkan di atas menurut Frampton dapat mengancam bahkan membunuh karakter peradaban manusia di berbagai belahan dunia, karena nilai dan karakter yang telah dibangun turun temurun berdasarkan kompleksitas respon lokal telah digantikan dengan nilai-nilai mesin yang instan, standar serta tidak responsif atas nama modernisasi peradaban manusia. 
Hilangnya karakter tersebut dapat memicu hilangnya budaya membangun seperti material, sistem struktur, craftsmanship, dan teknologi membangun, karena arsitektur tidak lagi dianggap sebagai produk budaya kompleks yang responsif terhadap stimulus lingkungan. Menurut Frampton, arsitektur modern tidak lagi sejalan dengan semangat Renaissance yang mencita-citakan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kesejahteraan manusia. Sebagai produk teknologi, arsitektur modern tidak lagi dapat memberikan sumbangan positif bagi lingkungannya,bahkan cenderung mengeksploitasi alam.
Pemikiran regionalisme kritis mencoba menempatkan arsitektur dan bangunan kembali pada konteks dan perkembangan lingkungannya.Regionalisme kritis mencoba mendudukkan kembali arsitektur tidak sekedar mendirikan bangunan, namun juga sebagai usaha untuk memperkuat identitas lokal dengan kembali melihat potensi lingkungan yang ada dan-memperhatikan setiap detail yang ada pada bangunan. Meskipun demikian, Frampton berpendapat bahwa repetisi bentuk vernakular bukanlah solusi yang tepat. Bangunan selayaknya manusia, akan dapat bertahan jika ia mampu melebur dengan perkembangan jaman tanpa harus kehilangan identitasnya.

 Kesimpulan :

Dalam perkembangannya, modernisasi telah memunculkan berbagai ideologi baru, teknologi baru, teori-teori baru, dll. Tapi kadang tanpa kita sadari berbagai hal tersebut lambat laun masuk ke dalam setiap elemen kehidupan, hingga tanpa sadar berbagai hal yang seharusnya penting untuk dikembangkan, dan dilestarikan ke generasi selanjutnya malah seakan-akan memudar dan kian menjauh dari aspek kehidupan kita.
Hingga kemudian cepat atau lambat identitas dari apa ang sebelumnya kita banggakan menghilang tertutup oleh modernisasi, karna percaya atau tidak segala aspek kehidupan sehari-hari kita sudah dimasuki oleh peradaban modern dengan berbagai hal yang menyertainya yang berupa teknologi, ideologi kehidupan perkotaan, individualisme, dan berbagai hal lainya.
Maka dari itu pantas sajalah Kenneth Frampton dengan berani memunculkan pemikiranya tersebut, karena efek yang ditimbulkan dari modernisasi tidaklah seringan apa yang kita fikirkan. Tapi bahkan jauh melebihi dari itu, adat, budaya,, kesenian  tradisional, identitas bangsa, sejarah dan banyak hal lainya akan menghilang pelan-pelan jika kita menanggulangi hal-hal tersebut terjadi.
Oleh karena itu, penting bagi kita menyadari betapa berharganya apa yang ada di Negara Indonesia ini, dengan berbagai keunikan budaya adat, suku bangsa, bahasa, dan sebagainya. Bahkan kita dapat menemukan berbagai keunikan arsitektur bangunan tradisional yang jumlahnya banyak sekali dan kita tidak akan dapat menemukanya di belahan negara lain. Kita sebagai mahasiswa Arsitektur patutlah bangga terhadap apa yang ada di Negeri Indonesia kita ini, karena itu kita harus melindunginya dengan apa yang kita bisa, dengan dimulai dari hal-hal kecil agar memicu orang lain disekitar kita untuk peduli terhadap apa sedang terjadi.
Modernisasi mungkin tidak akan berdampak langsung pada kita tetapi karenanya berbagai aspek kehidupan kita semakin berubah dari masa ke masa. Entah itu efek baik atau buruknya tetapi alangkah baiknya bila kita bisa menyadarkan orang dilingkungan sekitar kita untuk peduli terhadap bangsa tercinta kita ini. Agar kita bisa sama-sam memicu bertambahnya rasa kecintaan terhadap Negara Indonesia kita agar tidak kehilangan identitasnya. 
Kita sebagai mahasiswa Arsitektur harus mulai menyukai dan mempelajari potensi Arsitektur Nusantara kita yang masih banyak sekali yang belum dikembangkan. Hingga Arsitektur Nusantara kita bisa berjaya lagi dan menjadi kebanggan Bangsa. Semoga kita sebagai Mahasiwa Arsitektur dapat mewujudkannya, tapi setidaknya langkah itu harus dimulai dari sekarang. Cintai Indonesia dan Cintai Budaya dan juga apa yang ada di dalamnya. Terima Kasih




Wahyud Solikin
5201140064


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Galery